Rabu, 11 Juni 2014

tafsir pada masa kodifikasi









TAFSIR PADA MASA KODIFIKASI
Rina Konaya
Tafsir hadis 6A
Rina_muhaimin@yahoo.com
Abstrak
Al-Qur’an adalah pedoman bagi umat manusia, sehingga harus di pelajari setiap isi kandungannya. Tafsir merupakan cara efektif untuk mengetahui isi kandungan dalam tiap-tiap ayat al-Qur’an. Tafsir sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw, namun belum di bukukan. Tafsir belum menjadi disiplin ilmu tersendiri melainkan masih di gabung dengan kitab hadis. Kemudian pada permulaan zaman dinasti Abbasyiah ulama merasa perlu membukukan tafsir mengingat pentingnya ilmu tersebut dan semakin jauhnya dengan  masa Rasulullah saw. Akhirnya tafsir telah terpisah menjadi disiplin ilmu tersendiri, yang mulanya menjadi bagian dari kitab hadis. Oleh karenya di rumuskan masalah bagaimana tafsir pada masa kodifikasi atau pembukuan.  
Kata kunci. Tafsir, kodifikasi, kitab hadis, ilmu.                                    
I.               Pendahuluan
A.           Latar Belakang
Pada permulaan abad hijriah banyak pemeluk Islam yang bukan dari bangsa Arab dan bahasa Arab telah di pengaruhi bahasa ajam, oleh karenanya para ulama merasa perlu untuk membukukan tafsir agar dapat di ketahui maknanya oleh masyarakat yang tidak mempunyai saliqah bahasa Arab lagi. Dan pada permulaan zaman Abbasyiah, barulah para ulama mengumpulkan hadits-hadits tafsir yang di terima dari sahabat dan tabi’in. mereka menyusun tafsir dengan cara menyebutkan ayat, kemudian menyebut nukilan-nukilan tafsir ayat tersebut dari sahabat dan tabi’in. [1]
Pada awalnya tafsir merupakan disiplin ilmu yang masih di gabung dengan hadits, tidak ada tulisan khusus tentang tafsir baik persurat maupun perayat. namun pada fase selanjutnya tafsir telah terpisah dari hadits dan menjadi disiplin ilmu tersendiri. Setiap ayat Al-Qur’an di tafsiri sesuai urutan dalam mushaf. Hal ini selesai di tangan Ibnu Majah, Ibnu Jarir at-Thabari, Abu Bakar al-Mundzir an-Nasaiburi, Ibn Abi Hatim, Abusy-Syekh Ibnu Hibbanm Al-Hakim, Abu Bakar bin Mardawaih.[2]

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana definisi tafsir bil ma’tsur?
2.      Bagaimana tafsir pada masa kodifikasi?
C.       Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas makalah ini bertujuan sebagai berikut.
Agar mahasiswa mengetahui tafsir bil ma’sur serta perkembangan tafsir pada masa kodifikasi.
  II.          Pembahasan
A.           Landasan teori
       Ahmad Amin mendukung pendapat bahwa orang yang mula-mula menulis al-Qur‟an secara lengkap adalah al-Farra‟ (w. 207 H). Pendapat ini didasarkan atas laporan Ibnu al-Nadim didalam kitab al-Fihrist bahwa al-Farra‟ telah menafsirkan seluruh isi kitab.
       Tafsir di bubukan pada permulaaan abad ke dua hijriah, tepatnya di permulaan zaman abbasyiah. Ini di jelaskan dalam buku sejarah dan pengantar ilmu al-Qur’an dan tafsir karya Hasbi ash-ashiddieqqy.
       Dalam buku ilmu al-Qur’an karya Khalil manna al-Qathan di jelaskan pada permulaan zaman abbasyiah, hadis menjadi prioritas utama dan pembukuannya meliputi berbagai bab, sedangkan tafsir hanya merupakan salah satu bab dalam sekian banyak bab yang di cakupnya. Tokoh tafsir pada saat itu ialah Yazid bin Harun as-Sulami, Su’bah bin al-Hajaj, Waki’ bin jarrah, Sufyan bin ‘Uyainah, dan sebagainya. Namun tafsir golongan ini tidak sampai pada kita, yang kita terima hanyalah nukilan-nukilan yang di nisbatkan kepada mereka sebagaimana yang termuat dalam tafsir bil ma’tsur.
       Setiap ayat dalam al-Qur’an di tafsir sesuai urutan dalam mushaf. Pekerjan ini selesai di tangan para ulama di antaranya ialah Ibnu Majah, Ibn Jarir ath-Thabari, Abu Bakar al-Mundzir  an-Naisaburi, Ibnu Abi Hatim, dan sebagainya. Hal ini termaktub dalam buku Ensiklopedia tafsir karya Muhammad Husein adz-Dzahabi, buku in ini merupakan terjemah dari kitab tafsir al-Mufashirun .
       Dapat di tarik kesimpulan bahwa tafsir di bukukn pada zaman abbasyiah, pembukuan ini di lakukan karena kekhawatiran Umar bin Abdul aziz aka ada pemalsuan hadis. Adapun orang yang pertama menulis kitab tafsir ialah al-Farra.
B.            Tafsir bil ma’tsur
                   Tafsir bil ma’tsur ialah tafsir Al-Qur’an yang di jelaskan oleh ayat al-Qur’an, Qur’an oleh riwayat (penjelas) Rasulullah SAW, sahabat, tabi’in. Tafsir bil ma’tsur mengalami perkembangan pada dua fase, yaitu fase periwayatan dan penulisan. Pada fase periwayatan, Rasululullah SAW menjelaskan pada sahabat makna Al-Qur’an yang sulit di pahami, lalu di ambil  oleh mereka dengan saling meriwayatkannya satu sama lain, kemudian di riwayatkan (di sampaikan) kepada generasi berikutnya (Tabi’in). di kalangan sahabat ada yang menafsirkan Al-Qur’an dengan riwayat yang di ambil dari Rasulullah SAW, dan ada pula dengan pendapat atau ijtihadnya, namun yang ini jarang di lakukan karena kehati-hatian dalam beragama, luhurnya akal fikiran dan terbatasnya kebutuhan aplikatif dalam hidup mereka.
                   Di antara tabi’in ada yang meriwayatkan riwayat dan keterangan dari Rasulullah SAW yang mereka dapatkan dari sahabat, lalu mereka menambahkannya dengan ijtihad sesuai dengan bertambahnya hal-hal yang sulit di pahami seiring bertambah jauhnya umat manusia dari masa Rasulullah SAW.
C.            Tafsir pada masa kodifikasi
         Pelacakan sejarah tafsir al-Qur'an tidak bisa dilepaskan dari sejarah kodifikasi hadits Nabi. Karena sebagaimana diketahui, pada tahap awal penyusunan tafsir masih bercampur- baur dengan kodifikasi hadits. Sejarah kodifikasi tafsir bermula dari kekhawatiran Umar ibn Abdul Aziz, khalifah Bani Umayah ke-8, akan timbulnya pemalsuan dan punahnya hadits Nabi. Kekhawatiran tersebut berlanjut dengan pengiriman surat perintah sang khalifah kepada seluruh pejabat dan ulama berbagai wilayah pada akhir tahun 100 H. Isi surat perintah tersebut adalah agar seluruh hadits Nabi yang ada di wilayah tersebut dihimpun. Surat perintah tersebut menjadi dasar hukum bagi upaya kodifikasi hadits Nabi hampir diseluruh wilayah Islam.
         Kurangnya tingkat selektifitas dalam kegiatan kodifikasi hadits Nabi agaknya memberi celah bagi munculnya embrio kodifikasi tafsir al-Qur'an. Para ulama ahli hadits yang mengembara ke berbagai wilayah untuk mencari, mengumpulkan, dan mengkodifikasikan hadits Nabi pada akhirnya memasukkan produk-produk penafsiran al-Qur'an ke dalam kitab hadits mereka. Produk-produk penafsiran al-Qur'an yang dinisbakan kepada Rasulullah, sahabat dan tabiin tersebut biasanya masuk ke dalam satu bab tersendiri dalam kitab hadits tersebut. Sehingga dikatakan pada masa ini kegiatan membukukan tafsir belum mandiri, karena masihnumpang dalam kitab-kitab hadits.[3]
         Sampai masa pengkodifikasian tafsir belum di tulis secara sistematis dalam kitab khusus, melainkan masuk dalam salah satu bab di kitab-kitab hadits.[4] Dan mula-mula ayat tersebut tidak di tafsirkan berdasarkan tertib mushaf . kemudian barulah tafsir di bukukan pada awal zaman dinasti Abbasyiah. Dalam masa tersebut tafsir benar-benar terpisah dari kitab hadits. Serta tafsir tiap-tiap ayat tersusun sesuai tertib mushaf. Adapun tokoh tafsir pada masa tersebut diantaranya ialah Yazib bin Harun as-Sulami wafat pada tahun 117 H, Syu’bah bin al-Hajjaj wafat pada tahun 160 H, Waki’ bin Jarrah wafat pada tahun 197 H, Sufyan bin ‘Uyainah wafat pada tahun 198 H, dan sebagainya. Tafsir golongan ini tidak ada sedikitpun yang sampai kepada kita, yang kita terima hanyalah nukilan-nukilan yang nisbatkan kepada mereka sebagaimana yang termuat dalam tafsir-tafsir bil ma’tsur.[5] menurut pemeriksaan Ibn an-Nadim, hanya al-farra’ yang pertama menafsirkan ayat demi ayat sesuai tertib mushaf  yang di lakukan atas permintaan Umar bin Bakir. Al-Farra’ mendiktekan tafsirnya kepada murid-murid dalam masjid pada tiap-tiap jum’at.[6]
         Kitab tafsir yang pertama kali ialah lembaran-lembaran yang di riwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah dari ibn Abbas. Kemudian ada sejumlah ulama yang membukukan tafsir bil ma’tsur tanpa menyebutkan sanad. Banyak ulama yang mengutip tanpa menyeleksi mana yang shahih dan mana yang dho’if. Setelah fase ini, pembukuan tafsir tidak hanya terbatas pada tafsir bil ma’tsur tetapi juga dengan tafsir bi ra’yi. [7]
         Tafsir bil ma’tsur merupakan kelanjutan dari tafsir-tafsir sebelumnya yang di isnadkan kepada para sahabat Nabi, kaum tabi’in dan tabi’it tabi’in. tafsir bil ma’tsur yang terbaik ialah tafsir ibnu jarir at-Thabari dalam jami’ul bayan fi tafsiril-Qur’an karena memiliki keistimewaan dalam mengetengahkan penafsiran para sahabat dan kaum tabi’in selalu di sertai dengan sanad. [8      I.          


 III.            Simpulan
       I.            Pengkodifikasian kitab tafsir bermula dai kekhawatiran kahalifah Umar bin Abdul Aziz akan adanya pemalsuan hadis. tafsir mulai terpisah dari hadits dan menjadi disiplin ilmu tersendiri terjadi pada zaman Abbasyiah. Dan kitab tafsir yang pertama kali ialah lembaran-lembaran yang di riwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah dari ibn Abbas. Menurut an-Nadim, al-Farra’ ialah seorang yang pertama kali menafsirkan ayat al-Qur’an sesuai mushaf.


 

 

DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddiqi, Hasbi. sejarah dan pengantar ilmu al-Qur’an dan tafsir, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
As-Shalih, Subhi.  Membahas ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
Husein ad-Dzahabi, Muhammad, Ensiklopedi Tafsir, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
Khalil al-Qathan, Manna, Studi ilmu-ilmu al-Qur’an, Bogor:Litera antarnusa,2009.
Sejarah Tafsir pdf.pdf-Adobe Reader
























[1]  Hasbi Ash-Shiddiqi, sejarah dan pengantar ilmu al-Qur’an dan tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), cet.2, hlm.190.

[2] Muhammad husein ad-Dzahabi, Ensiklopedi Tafsir, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), jild.1, hlm.136.
[3] Sejarah tafsir pdf.pdf-Adobe Reader
[4]Ibid. Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensiklopedi Tafsir, hal.145-146
[5] Manna khalil al-Qathan, Studi ilmu-ilmu al-Qur’an, (Bogor:Litera antarnusa,2009), hlm.476-477.
[6]Ibid.  Hasbi Ash-Shiddiqi, sejarah dan pengantar ilmu al-Qur’an dan tafsir, hlm.195
[7] Ibid. Muhammad husein ad-Dzahabi, Ensiklopedi Tafsir, hlm.145-149.
[8] Subhi As-Shalih, Membahas ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), cet.6, hlm.385.

1 komentar:

  1. Tujuan sesuaikan dengan rumusan.
    http://web.iaincirebon.ac.id/info/

    BalasHapus